28.4.10

Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia)

oleh: Y. Marpaung


Pembelajaran matematika (lama), yang sampai sekarang pada umumnya masih berlangsung di sekolah (kecuali sekolah mitra PMRI), didominasi paradigma lama yaitu paradigma mengajar dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  1. guru aktif mentransfer pengetahuan kepikiran siswa (guru mengajari siswa),
  2. siswa menerima pengetahuan secara pasif (murid berusaha menghafalkan pengetahuan yang diterima),
  3. pembelajaran dimulai oleh guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal, memberi soal-soal latihan pada siswa;
  4. memeriksa dan memberi skor pada pekerjaan siswa,
  5. memberi penjelasan lagi atau memberi tugas pekerjaan rumah pada siswa.

Karena PMRI merupakan adaptasi dari RME maka prinsip PMRI sama dengan prinsip RME tetapi dalam beberapa hal berbeda dengan RME karena konteks, budaya, sistem sosial dan alamnya berbeda. Gravemeijer (1994) merumuskan tiga prinsip RME yaitu:

  1. Reinvensi terbimbing dan matematisasi berkelanjutan (guided reinvention and progressive mathematization),
  2. fenomenologi didaktis (didactical phenomenology) dan
  3. dari informal ke formal (from informal to formal mathematics; model plays in bridging the gap between informal knowledge and formal mathematics) (Gravemeijer 1994, dalam Armanto, 2002, h. 30 – 33).

Sedangkan van den Heuvel-Panhuizen (1996) merumuskannya sebagai berikut:

  1. Prinsip aktivitas, yaitu bahwa matematika adalah aktivitas manusia. Si pebelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika. Si pebelajar bukan insan yang pasif menerima apa yang disampaikan oleh guru, tetapi aktif baik secara fisik, teristimewa secara mental mengolah dan menganalisis informasi, mengkonstruksi pengetahuan matematika.
  2. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogianya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan oleh siswa. Masalah yang realistik lebih menarik bagi siswa dari masalah-masalah matematis formal tanpa makna. Jika pembelajaran dimulai dengan masalah yang bermakna bagi mereka, siswa akan tertarik untuk belajar. Secara gradual siswa kemudian dibimbing ke masalah-masalah matematis formal.
  3. Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh insight tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. Model bertindak sebagai jembatan antara yang informal dan yang formal. Model yang semula merupakan model suatu situasi berubah melalui abtraksi dan generalisasi menjadi model untuk semua masalah lain yang ekuivalen.
  4. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secaa lebih baik. Konsep matematika adalah relasi-relasi. Secara psikologis, hal-hal yang berkaitan akan lebih mudah dipahami dan dipanggil kembali dari ingatan jangka panjang daripada hal-hal yang terpisah tanpa kaitan satu sama lain.
  5. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagi aktifitas sosial. Kepada siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya menyelesai-kan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan hal itu serta menanggapinya. Melalui diskusi, pemahaman siswa tentang suatu masalah atau konsep menjadi lebih mendalam dan siswa terdorong untuk melakukan refleksi yang memungkinkan dia menemukan insight untuk memperbaiki strateginya atau menemukan solusi suatu masalah.
  6. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberikan kesempatan untuk “menemukan kembali (re-invent) ” pengetahuan matematika‘terbimbing’. Guru menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan matematika mereka.

Kami, khususnya tim PMRI USD, menginterpretasinya, mengembangkannya dalam kondisi sosial dan budaya Indonesia, menjabarkannya dan mencoba mempraktekkannya di kelas. Berikut adalah karakteristik PMRI:
  1. Murid aktif, guru aktif ( Matematika sbg aktivitas manusia).
  2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual/ realistik.
  3. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri.
  4. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
  5. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau besar).
  6. Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data).
  7. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa dan siswa, juga antara siswa dan guru.
  8. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (Menggunakan model).
  9. Guru bertindak sebagai fasilitator (Tut Wuri Handayani).
  10. Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan dan usaha mereka hendaknya dihargai. (Gunakan pendekatan Sani, praktekkan tepa selira dan ngewongké wong).

Tulisan di atas adalah cuplikan dari makalah Karakteristik PMRI, silakan download makalah ini secara lengkap dalam format PDF dengan KLIK DI SINI

2 komentar: